Inilah Penjelasan Mabadi Sepuluh | Al-Mabadi al-‘Asyarah

Daftar Isi
Inilah Penjelasan Mabadi Sepuluh | Al-Mabadi al-‘Asyarah yang sangat penting bagi para santri. Dimana dunia pesantren secara umum sangat mewajibkan para santrinya agar memahami sepuluh dasar pengantar untuk setiap bidang ilmu yang ingin di kajinya. Sehingga dengan memahami sepuluh pengantar dasar dari setiap ilmu yang dipelajari seorang santri tidak akan keliru dalam mamahami sebuah bidang keilmuan yang ia pelajari.



Dalam banyak kasus kegagalan pembelajaran santri terletak dari mindsetnya mengenai arah dan ruang lingkup bahasan satu bidan keilmuan, sehingga sering menyebabkan santri salah menempatkan cara melakukan proses pengkajiannya.

Inilah Penjelasan Mabadi Sepuluh | Al-Mabadi al-‘Asyarah

Dalam kitabnya, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, Muhammad bin Ali ash-Shabban, mengatakan dalam kumpulan syairnya sebagai berikut :

الحَدُّ وَالمَوْضُوْعُ  ثُمَّ الثَّمره
إِنَّ مَبَادِي كُلِّ فَنٍّ عَشرَةْ
وَالاسْمُ الاِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ
وَنِسْبَةٌ وَفَضْلُهُ وَالوَاضِعُ
وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفَا
مَسَائِلُ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى

Sesungguhnya mabadi (pengantar dasar) dalam setiap disiplin ilmu itu ada sepuluh, yaitu: (1) definisi, (2) ruang lingkup, (3) manfaat , (4) hubungan, (5) fadhilahnya, (6) pencetusnya, (7) nama, (8) sumber pengambilan, (9) hukum mempelajari, (10) masail. Mengetahui sebagiannya memadai untuk sebagian yang lain dan siapa yang menguasai semuanya maka akan meraih kemuliaan.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35]

Penjelasannya




1. Ta’rif/definisi sesuatu adalah lafazh yang dengan sebab mengenalnya akan mengenal sesuatu

2. Mauzhu’ / objek ilmu. Muhammad bin Ali ash-Shabban mengatakan, mauzhu’ ilmu adalah sesuatu yang dibahas di dalamnya dari aspek ‘awarizhnya yang bersifat zatiyah. Misalnya tubuh manusia merupakan mauzhu’ ilmu kedokteran. Dalam ilmu kedokteran, tubuh manusia dibahas dari aspek sehat dan sakitnya. Sedangkan sehat dan sakit ini merupakan ‘awarizh tubuh manusia yang bersifat zatiyah. 

Contoh lain yang dikemukakan oleh ash-Shabban kalimat arabiyah merupakan mauzhu’ ilmu nahu. Dalam ilmu nahu, kalimat arabiyah dibahas dari aspek i’rab dan binanya. Sedangkan i’rab dan bina ini merupakan ‘awarizh kalimat arabiyah yang bersifat zatiyah. Untuk lebih memahami pengertian  ‘awarizh zatiyah, ash-Shabban membagi tiga pembagian ‘awarizh zatiyah ini, yakni :

a. Yang dihubungkan kepada sesuatu karena zatnya, seperti sifat heran yang dihubung kepada manusia karena zat manusia itu sendiri.

b. Yang dihubungkan kepada sesuatu karena juzu’nya, seperti bergerak dengan kehendak sendiri yang dihubungkan kepada manusia karena manusia adalah hewan, sedangkan hewan adalah juzu’ dari manusia (manusia adalah kumpulan dari hewan dan nathiq).

c. Yang dihubungkan kepada sesuatu karena sifat khariji-nya (sifat eksternal), akan tetapi ia menyamai sesuatu, seperti tertawa yang dihubungkan kepada manusia dengan perantaraan manusia adalah yang ta’ajjub, sedangkan yang ta’ajjub itu menyamai manusia, karena tidak didapati dari manusia yang tidak ta’ajjub.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 34]



3. Manfaat / faedahnya. Misalnya manfaat ilmu manthiq adalah memelihara berpikir dari kesalahan.[Ahmad al-Mallawiy, Syarah ‘ala al-Sulaam al-Munauraqi, (dicetak pada hamisy Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 33]

4. Nisbah/hubungan dengan ilmu-ilmu lain. Misalnya ilmu manthiq dengan i’tibar mauzhu’nya merupakan kulliy bagi ilmu-ilmu lain, karena setiap ilmu ada tasawwur dan tashdiq, sedangkan mauzhu’ ilmu manthiq adalah tasawwur dan tashdiq. Adapun dengan i’tibar mafhumnya, ilmu manthiq berbeda dengan ilmu lainnya.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35]

5. Fadhilahnya. Misalnya fadhilah ilmu manthiq tinggi dan melebihi di atas ilmu lain. Karena ilmu manthiq mencakup manfaatnya bagi ilmu-ilmu lainnya.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35]

6. Waazhi’/pencetusnya. Misalnya pencetus ilmu manthiq adalah Aristoteles.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35] Pencetus ilmu Ushul Fiqh adalah Imam Syafi’i.

7. Nama ilmu. Misalnya nama ilmu manthiq. Dinamakan juga dengan al-mizan atau mi’yar al-‘ulum.[Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35]

8. Istimdaad / sumber pengambilan ilmu. Misalnya sumber pengambilan ilmu manthiq adalah akal [Muhammad bin Ali ash-Shabban, Hasyiah ‘ala Syarh al-Sulaam, al-Haramain, Singapura, Hal. 35]. Contoh lain, sumber pengambilan ilmu ushul fiqh adalah ilmu kalam, bahasa Arab dan tasawwur hukum.[Zakariya al-Anshari, Ghayatul Wushul, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 5]

9. Hukum mempelajarinya. Misalnya hukum mempelajari fiqh adalah fardhu ‘ain sebatas dapat mengetahui sah, batal, haram dan halal dalam ibadah dan lainnya yang dhahir. Selebihnya, hukumnya fardhu kifayah.

10. Masail /masalah-masalah pokok. Zakariya al-Anshari menjelaskan, masail ilmu adalah sesuatu yang dituntut menisbahkan mahmul (keterangan) kepada mauzhu’ (subjek) pada sebuah disiplin ilmu. Contoh masail ilmu ushul fiqh, amar berfaedah wajib dan nahi berfaedah haram.[Zakariya al-Anshari, Ghayatul Wushul, Usaha Keluarga, Semarang, Hal. 5]



Demikian posting dengan judul Inilah Penjelasan Mabadi Sepuluh | Al-Mabadi al-‘Asyarah yang mudah-mudahan bermanfaat untuk para santri pada khususnya dan kalangan umum yang ingin mengkaji sebuah bidan keilmuan. Wallahu a'lam bish-Showab.

Posting Komentar