Sejarah Shalat Tarawih Berjamaah
Table of Contents
Sejak kapan shalat tarawih dilakukan secara berjamaah?
Shalat Tarawih merupakan shalat sunnah yang dilakukan pada bulan Ramadan setelah shalat Isya'. Sejarah shalat tarawih berjamaah bermula pada masa Khulafaur Rasyidin, yang merupakan periode kepemimpinan Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Pada masa itu, Umar bin Khattab RA, salah satu Khalifah Islam, melihat umat Islam melakukan shalat malam secara terpisah-pisah dan khawatir akan hilangnya kesatuan umat Islam. Kemudian, pada tahun ke-18 setelah hijrah, Umar bin Khattab RA mengumpulkan para Sahabat dan menyusun shalat tarawih berjamaah.
Shalat tarawih berjamaah dilakukan di masjid, dipimpin oleh seorang imam, dan diikuti oleh jamaah yang berdiri dalam barisan. Kemudian, setelah shalat tarawih selesai, Umar bin Khattab RA mengirimkan utusan untuk memastikan bahwa shalat tarawih berjamaah telah diterapkan di seluruh wilayah Islam.
Sejak saat itu, shalat tarawih berjamaah menjadi amalan yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia pada bulan Ramadan. Adapun jumlah rakaat shalat tarawih berjamaah dapat berbeda-beda tergantung pada mazhab yang dianut, dengan jumlah rakaat yang umum adalah 8, 12, atau 20 rakaat.
Menurut madzhab Syafi'i, jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Shalat tarawih dapat dilakukan secara berjamaah di masjid atau secara mandiri di rumah pada bulan Ramadan setelah shalat Isya dan sebelum shalat Witir. Namun, jumlah rakaat tarawih dapat berbeda-beda di antara mazhab-mazhab yang berbeda dalam Islam.
Kenapa rakaat shalat tarawih berbeda?
Jumlah rakaat shalat tarawih dapat berbeda-beda di antara mazhab-mazhab yang berbeda karena tidak ada ketetapan jumlah rakaat tarawih yang spesifik dalam Al-Quran dan Hadis. Oleh karena itu, para ulama dan ahli fiqih berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih yang seharusnya dilakukan.
Setiap mazhab memiliki metodologi dan pendekatan yang berbeda dalam memahami dan menafsirkan sumber-sumber hukum Islam, sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap jumlah rakaat shalat tarawih.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti perbedaan tradisi dan praktik keagamaan di berbagai wilayah dan budaya Islam juga dapat mempengaruhi jumlah rakaat tarawih yang dilakukan.
Namun, meskipun jumlah rakaat tarawih dapat berbeda-beda di antara mazhab-mazhab yang berbeda, umat Islam seharusnya tetap menjunjung tinggi keragaman pandangan dan tetap menghormati perbedaan tersebut sebagai bagian dari kekayaan dan pluralitas dalam Islam.
Wassalamu'alaikum.
Posting Komentar
Terimakasih