Membaca Kitab Al-Barzanji - Bagian 4

Table of Contents
Membaca Kitab Al-Barzanji (Bagian 4) - Pada bagian ini Syekh ja'far menceritakan perjalanan hidup Rosulullah saw ketika masih berusia 25 Tahun. Mulai dari kisah sukses sebagai pengusaha muda hingga pertemuannya dengan pendeta yahudi yang memahami tanda-tanda kenabian yang ternyata ada pada Nabi SAW.

Membaca Kitab Al-Barzanji - Bagian 4 kisah teladan rosulullah saw

Ketika Nabi SAW Beristirahat Di Bawah Pohon Dekat Gereja Nasthuro

وَلَمَّا بَلَغَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ سَنَةً سَافَرَ إِلَى بُصْرَى فِيْ تِجَارَةٍ لِخَدِيْجَةَ الْفَتِيَّةْ * وَمَعَهُ غُلاَمُهَا مَيْسَرَةُ يَخْدِمُهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ وَيَقُوْمُ بِمَا عَنَاهْ * وَنَزَلَ تَحْتَ شَجَرَةٍ لَدَى صَوْمَعَةِ نَسْطُوْرَا رَاهِبِ النَّصْرَانِيَّةْ * فَعَرَفَهُ الرَّاهِبُ إِذْ مَالَ إِلَيْهِ ظِلُّهَا الْوَارِفُ وَأَوَاهْ * وَقَالَ: مَا نَزَلَ تَحْتَ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ  قَطُّ إِلاَّ نَبِيٌّ ذُوْ صِفَاتٍ نَقِيَّةْ * وَرَسُوْلٌ قَدْ خَصَّهُ اللهُ تَعَالَى بِالْفَضَائِلِ وَحَبَاهْ * ثُمَّ قَالَ لِمَيْسَرَةَ: أَفِيْ عَيْنَيْهِ حُمْرَةُ نِ اسْتِظْهَارًا لِلْعَلاَمَةِ الْخَفِيَّةْ * فَأَجَابَهُ بِنَعَمْ فَحَقَّ لَدَيْهِ مَا ظَنَّهُ فِيْهِ وَتَوَخَّاهْ * وَقَالَ لِمَيْسَرَةَ: لاَ تُفَارِقْهُ وَكُنْ مَعَهُ بِصِدْقِ عَزْمٍ وَحُسْنِ طَوِيَّةْ * فَإِنَّهُ مِمَّنْ أَكْرَمَهُ اللهُ تَعَالَى بِالنُّبُوَّةِ وَاجْتَبَاهْ * ثُمَّ عَادَ إِلَى مَكَّةَ فَرَأَتْهُ خَدِيْجَةُ مُقْبِلاً وَهِيَ بَيْنَ نِسْوَةٍ فِيْ عُلِّيَّةْ * وَمَلَكَانِ عَلَى رَأْسِهِ الشَّرِيْفِ مِنْ وَهَجِ الشَّمْسِ قَدْ أَظَلاَّهْ * وَأَخْبَرَهَا مَيْسَرَةُ بِأَنَّهُ رَأَى ذٰلِكَ فِي السَّفَرِ كُلِّهِ وَبِمَا قَالَ لَهُ الرَّاهِبُ وَأَوْدَعَهُ لَدَيْهِ مِنَ الْوَصِيَّةْ * وَضَاعَفَ اللهُ فِيْ تِلْكَ التِّجَارَةِ رِبْحَهَا وَنَمَّاهْ * فَبَانَ لِخَدِيْجَةَ بِمَا رَأَتْ وَمَا سَمِعَتْ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ تَعَالَى إِلَى الْبَرِيَّةْ * اَلَّذِيْ خَصَّهُ اللهُ تَعَالَى بِقُرْبِهِ وَاصْطَفَاهْ * فَخَطَبَتْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهَا الزَّكِيَّةْ * لِتَشُمَّ مِنَ اْلإِيْمَانِ بِهِ طِيْبَ رَيَّاهْ * فَأَخْبَرَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْمَامَهُ بِمَا دَعَتْهُ إِلَيْهِ هٰذِهِ الْبَرَّةُ التَّقِيَّةْ * فَرَغِبُوْا فِيْهَا لِفَضْلٍ وَدِيْنٍ وَجَمَالٍ وَمَالٍ وَحَسَبٍ وَنَسَبٍ كُلٌّ مِنَ الْقَوْمِ يَهْوَاهْ * وَخَطَبَ أَبُوْ طَالِبٍ وَأَثْنَى عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَنْ حَمِدَ اللهُ بِمَحَامِدَ سَنِيَّةْ * وَقَالَ: هُوَ وَاللهِ بَعْدُ لَهُ نَبَأٌ عَظِيْمٌ يُحْمَدُ فِيْهِ مَسْرَاهْ * فَزَوَّجَهَا مِنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُوْهَا وَقِيْلَ عَمُّهَا وَقِيْلَ أَخُوْهَا لِسَابِقِ سَعَادَتِهَا اْلأَزَلِيَّةْ * وَأَوْلَدَهَا كُلَّ أَوْلاَدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ الَّذِيْ بِاسْمِ الْخَلِيْلِ سَمَّاهْ *

Setelah beliau menginjak usia dua puluh lima tahun, beliau pergi ke Bushro dengan tujuan mendagangkan dagangan Kodijah . Beliau di bantu oleh budaknya yang bernama Maisaroh. Di perjalanan, beliau singgah dan istiahat di bawah pohon yang ada di dekat gereja pendeta yang berama Nasthuro. Lalu pendeta tahu bahwa beliau adalah nabi, karena dedaunan yang sangat lebat itu condong menaunginya. Ia berkata;

“Tidak ada yang istirahat di bawa pohon ini selain Nabi yang memiliki sifat- sifat yang bersih dan Rosul yang di pilih dengan pemberian-Nya". 

Kemudian ia ingin mengecek tanda- tandanya yang lebih samar dan bertanya kepada Maysaroh;

“Apakah di kedua matanya ada kemerah- merahan ?.” 

Maysaroh menjawab, 

“Ya.” 

Maka sungguh tepatlah apa yang ia sangka semula. Dan ia berpesan kepada Maysaroh;

“Jangan sampai kau meninggalkan orang ini !. Kau harus menyertainya dengan sungguh dan hati yang lapang !, karena orang ini termasuk di antara manusia yang di pilih dan di mulyakan oleh Alloh SWT dengan kenabian !.”

Kemudian beliau kembali ke Makkah dan di jemput oleh ibu Khoijah bersama para wanita dari atas panggung, saat itu beliau di kawal oleh dua Malaikat yang menaungi dari atasnya dari terik matahari.  Hal semisal ini oleh Maisaroh di lihat selama di perjalanan, lalu olehnya ia ceritakan pada S. Khodijah. Begitu juga apa saja yang di ucapkan dan di pesankan oleh pendeta, semuanya ia ceritakan. Dan di dalam perdagangan ini Alloh SWT memberikan laba yang melimpah pada Sitti. Khodijah. Ahirnya, Khodijah tahu bahwa beliau adalah manusia pilihan Alloh SWT yang di utus pada semua mahluk. 

Ahirnya beliau memintanya agar Nabi SAW sudi menikahinya, agar bisa mencium bau segar keimanan padanya. Lalu Nabi SAW menceritakan lamaran ini kepada paman- pamannya, ahirnya semuanya setuju karena Khodijah memiliki kelebihan, agama, rupa, nasab, dan harta, yang mana sifat- sifat ini di gandrungi oleh setiap orang. 

Kemudian, Abi Tholib berpidato dengan memuji Alloh SWT dan memuji pada Nabi SAW. Di dalam pidatonya ia berkata, “Ia ini, demi Alloh, memiliki kisah yang agung yang akan menjadikan-nya mendapat sanjungan.” Ahirnya, S. Khodijah di nikahkan dengan di walikan oleh bapaknya atau pamannya atau saudaranya ( beberapa pendapat ), karena suratan yang menaqdirnya menjadi orang yang beruntung. Dan dari pernikan ini terlahir semua putra- putra Nabi SAW, kecuali putra yang beliau beri nama Ibrohim.

Dari penjelasan Syekh Ja'far di atas kita bisa memahami, bahwa sejak Nabi masih dalam usia muda, sudah diberikan wahyu oleh Allah swt untuk melakukan setiap hal sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah swt. Sehingga semua yang Beliau SAW lakukan merupakan kebaikan yang tidak akan pernah bisa di lakukan oleh manusia biasa. Oleh karena itulah Nabi saw. sudah ma'shum sejak beliau saw di lahirkan.

Tetapi yang menjadi pelajaran utama bagi kita, bahwa untuk menjadi manusia yang mendapat derajat paling mulia di sisi Allah swt adalah dengan tetap membangun produktivitas diri kita dalam melakukan berbagai amaliyah, baik menyangkut keduniaan maupun keakhiratan.


Kemudian pada bagian selanjutnya Syekh Ja'far menuliskan kisah Rosulullah saw. pada saat menjadi penengah diantara tokoh Quraish yang mengalami konflik ketika melakukan renovasi ka'bah. Pada saat itu terjadi perebutan terkait siapa yang berhak memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya.

وَلَمَّا بَلَغَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسًا وَثَلاَثِيْنَ سَنَةً بَنَتْ قُرَيْشُ نِ الْكَعْبَةَ لاِنْصِدَاعِهَا بِالسُّيُوْلِ اْلأَطْبَحِيَّةْ * وَتَنَازَعُوْا فِيْ رَفْعِ الْحَجَرِ اْلأَسْوَدِ فَكُلٌّ أَرَادَ رَفْعَهُ وَرَجَاهْ * وَعَظُمَ الْقِيْلُ وَالْقَالُ وَتَحَالَفُوْا عَلَى الْقِتَالِ وَقَوِيَتِ الْعُصْبِيَّةْ * ثُمَّ تَدَاعَوْا إِلَى اْلإِنْصَافِ وَفَوَّضُوْا اْلأَمْرَ إِلَى ذِيْ رَأْيٍ صَائِبٍ وَأَنَاهْ * فَحَكَمَ بِتَحْكِيْمِ أَوَّلِ دَاخِلٍ مِنْ بَابِ السَّدَنَةِ الشَّيْبِيَّةْ * فَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ دَاخِلٍ فَقَالُوْا: هٰذَا اْلأَمِيْنُ وَكُلُّنَا نَقْبَلُهُ وَنَرْضَاهْ * فَأَخْبَرُوْهُ بِأَنَّهُمْ رَضُوْهُ أَنْ يَكُوْنَ صَاحِبَ الْحُكْمِ فِيْ هٰذَا الْمُلِمِّ وَوَلِيَّهْ * فَوَضَعَ الْحَجَرَ فِيْ ثَوْبٍ ثُمَّ أَمَرَ أَنْ تَرْفَعَهُ الْقَبَائِلُ جَمِيْعًا إِلَى مُرْتَقَاهْ * فَرَفَعُوْهُ إِلَى مَقَرِّهِ مِنْ رُكْنٍ هَاتِيْكَ الْبَنِيَّةْ * وَوَضَعَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ الشَّرِيْفَةِ فِيْ مَوْضِعِهِ اْلأنَ وَبَنَاهْ *

Ketika Nabi SAW berada di usianya yang ke tigapuluh lima, orang- orang Quraisy merenovasi Ka’bah karena keadaannya yang pecah oleh sebab di terpa banjir Makkah. Saat itu mereka berebut mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya semula, setiap orang dari mereka berkeinginan melakukannya. 

Perang mulut pun teradi, dan akan mereka sudah mengadakan sumpah untuk berperang fisik dan terjadi fanatisme yang berlebihan. Namun mereka akhirnya sadar dan menyerahkan semua ini kepada orang yang yang memiliki pemikiran yang baik dan ketenangan. Lalu orang ini menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali masuk lewat pitu Sadanah Assyaibiyyah. Dan ternyata Nabi SAW adalah orang yang masuk ke situ lewat pintu tersebut. Maka semuanya berguaman, “Nah, ini Al-amin ( orang yang di percaya ) !. 

"Kita semua rela dan menerimanya.”  Lalu mereka menceritakan kerelaan semua pihak di dalam menyelesaikan masalah ini kepada Nabi SAW.  Kemudian beliau meletakkan Hajar Aswad tersebut di atas sebuah kain dan memerintahkan kepada semua suku agar mengangkatnya ke tempatnya semula.  Ahirnya semuanya turut mengangkatnya di tempatnya yang berdekatan dengan tiang bangunan itu, dan Nabi SAW yang meletakkannya dengan tangan beliau yang mulia di tempatnya yang sekarang dan membangunnya kembali.


Dari kisah tersebut, kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga, bahwa ketika kita sudah melakukan berbagai proses dan sampai pada titik kepercayaan untuk memimpin orang lain, maka makna keadilan itu adalah mengajak semuanya untuk ambil bagian dalam memahami cara dan menjalankan proses kepemimpinan itu hingga mencapai tujuan yang di harapkan bersama.

Posting Komentar